TAMAN SISWA DAN KONSEPNYA

Prof. Dr. Ki Supriyoko:

Dipresentasi dalam Seminar Nasional Kontribusi Tamansiswa dan INS Kayutanam dalam membangun Karakter bangsa Masa Lalu, Masa Kini, dan Masa Depan Jakarta: Depdiknas, Hotel Sahid, Ballroom Lt 2, 24 Agustus 2006

A.  RIWAYAT

A1. “Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang kita sendiri telah merampas kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Pikiran untuk menyelenggaraan perayaan itu saja sudah menghina mereka, sekarang kita garuk pula kantongnya. Ayo teruskan penghinaan lahir dan batin itu!” (Soewardi Soerjaningrat, “Als Ik Eens Nederlander Was”, De Express, 1913).

A2. Sebelum terjun ke dunia pendidikan, Ki Hadjar Dewantara terkenal sebagai wartawan, penulis, politisi, dan budayawan. Ia sempat bekerja di Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara (1908 dst), aktif di Boedi Oetomo (1908 dst), Indische Partij (1912 dst), Sarasehan Malem Slasa Kliwon (1919 dst). Pada tahun 1913 bahkan pernah “diinternir” ke Belanda, dan dimanfaatkan untuk menimba ilmu baik secara formal maupun nonformal. Ia mendapatkan Europeesche Akte.


A3. Sepulang dari Belanda tahun 1919, Ki Hadjar bersama teman-teman menyelenggarakan sarasehan di halaman rumahnya (sekarang Pendopo Tamansiswa), dikenal dengan Sarasehan Malem Slasa Kliwonan. Dari forum ini muncul gagasan pendidikan; selanjutnya Ki Hadjar ditunjuk menangani pendidikan anak dan kaum muda, sedangkan Ki Ageng Suryomentaram ditunjuk menangani pendidikan kaum dewasa.

A4. Tepat pada tanggal 3 Juli 1922 bersama Soetatmo Soerjokoesoemo, Pronowidigdo, Soejopoetro, dkk, Ki Hadjar memproklamasi berdirinya Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau Perguruan Nasional Tamansiswa di Yogyakarta. Dari sini berkembanglah kemudian aneka satuan pendidikan di Tamansiswa; Taman Indriya (TK), Taman Muda (SD), Taman Dewasa (SMP), Taman Madya (SMA), Taman Karya Madya (SMK), Taman Guru (SPG), dan Sarjanawiyata (PT).

A5.  Pada tahun 1932 pemerintah kolonial Belanda melarang dijalankannya sekolah boemi putra karena dianggap berbahaya bagi eksistensi rezim kolonial. Belanda mengeluarkan kebijakan Onderwijs Ordonnantie (OO) atau Wilden Schoolen Ordonnantie (ordonansi sekolah liar), karena sekolah pribumi dianggap sekolah liar. Kebijakan ini dilawan oleh Tamansiswa dan Ki Hadjar dengan melontarkan jurus “gerakan diam” (lijdelijk verzet). Karena aksi Tamansiswa mendapat dukungan rakyat maka kebijakan OO pun akhirnya tumbang.

B.  KONSEP PENDIDIKAN

B1. Tamansiswa adalah badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat yang menggunakan pendidikan dalam arti luas untuk mencapai cita-citanya. Bagi Tamansiswa, pendidikan bukanlah tujuan tetapi media untuk mencapai tujuan perjuangan, yaitu mewujudkan manusia Indonesia yang merdeka lahir dan batinnya. Merdeka lahiriah artinya tidak dijajah secara fisik, ekonomi, politik, dsb; sedangkan merdeka secara batiniah adalah mampu mengendalikan keadaan.

B2. Tamansiswa anti intelektualisme; artinya siapa pun tidak boleh hanya mengagungkan kecerdasan dengan mengabaikan faktor-faktor lainnya. Tamansiswa mengajarkan azas keseimbangan (balancing), yaitu antara intelektualitas di satu sisi dan personalitas di sisi yang lain. Maksudnya agar setiap anak didik itu berkembang kecerdasan dan kepribadiannya secara seimbang.

B3.  Pendidikan Tamansiswa berciri khas Pancadarma, yaitu Kodrat Alam (memperhatikan sunatullah), Kebudayaan (menerapkan teori Trikon), Kemerdekaan (memperhatikan potensi dan minat maing-masing indi-vidu dan kelompok), Kebangsaan (berorientasi pada keutuhan bangsa dengan berbagai ragam suku), dan Kemanusiaan (menjunjung harkat dan martabat setiap orang).

B4. Tujuan pendidikan Tamansiswa adalah membangun anak didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, merdeka lahir batin, luhur akal budinya, cerdas dan berketerampilan, serta sehat jasmani dan rohaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa, tanah air, serta manusia pada umumnya. Meskipun dengan susunan kalimat yang berbeda namun tujuan pendidikan Tamansiswa ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional.

B5. Kalau di Barat ada “Teori Domein” yang diciptakan oleh Benjamin S. Bloom yang terdiri dari kognitif, afektif dan psikomotorik maka di Tamansiswa ada “Konsep Tringa” yang terdiri dari ngerti (mengeta-hui), ngrasa (memahami) dan nglakoni (melakukan). Maknanya ialah, tujuan belajar itu pada dasarnya ialah meningkatkan pengetahuan anak didik tentang apa yang dipelajarinya, mengasah rasa untuk meningkat-kan pemahaman tentang apa yang diketahuinya, serta meningkatkan kemampuan untuk melaksanakan apa yang dipelajarinya.

B6. Pendidikan Tamansiswa dilaksanakan berdasar Sistem Among, yaitu suatu sistem pendidikan yang berjiwa kekeluargaan dan bersendikan kodrat alam dan kemerdekaan. Dalam sistem ini setiap pendidik harus meluangkan waktu sebanyak 24 jam setiap harinya untuk memberikan pelayanan kepada anak didik sebagaimana orang tua yang memberikan pelayanan kepada anaknya.

B7. Sistem Among tersebut berdasarkan cara berlakunya disebut Sistem Tutwuri Handayani. Dalam sistem ini orientasi pendidikan adalah pada anak didik, yang dalam terminologi baru disebut student centered. Di dalam sistem ini pelaksanaan pendidikan lebih didasarkan pada minat dan potensi apa yang perlu dikembangkan pada anak didik, bukan pada minat dan kemampuan apa yang dimiliki oleh pendidik. Apabila minat anak didik ternyata akan ke luar “rel” atau pengembangan potensi anak didik di jalan yang salah maka pendidik berhak untuk meluruskannya.

B8. Untuk mencapai tujuan pendidikannya, Tamansiswa menyelanggarakan kerja sama yang selaras antartiga pusat pendidikan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan perguruan, dan lingkungan masyarakat. Pusat pendidikan yang satu dengan yang lain hendaknya saling berkoordinasi dan saling mengisi kekurangan yang ada. Penerapan sistem pendidikan seperti ini yang dinamakan Sistem Trisentra Pendidikan atau Sistem Tripusat Pendidikan.

C.  KONSEP KEBUDAYAAN

C1.  Konsepsi dasar Tamansiswa untuk mencapai cita-citanya adalah Kebu-dayaan, Kebangsaan, Pendidikan, Sistem Kemasyarakatan, dan Sistem Ekonomi Kerakyatan. Intinya ialah, bangsa ini tidak boleh kehilangan jati diri, menjaga keutuhan dalam berbangsa, menjalankan pendidikan yang baik untuk mencapai kemajuan, terjadinya harmonisasi sosial di dalam bermasyarakat, serta menghindari terjadinya kesenjangan eko-nomi yang terlalu tajam antarwarga negara.

C2. Kebudayaan nasional pada dasarnya merupakan puncak-puncak dan sari-sari kebudayaan daerah yang ada di Indonesia. Kebudayaan nasio-nal bukanlah sesuatu yang statis akan tetapi bergerak dinamis sesuai dengan irama kemajuan jaman. Dalam konsep ini seluruh kebudayaan daerah dihargai sebagai aset kebudayaan nasional; di sisi yang lain adanya kemajuan kebudayaan sangat dimungkinkan, baik kebudayaan nasional maupun daerah.

C3. Kebudayaan Tamansiswa mengembangkan “Konsep Trikon” yang ter-diri dari kontinuitas, konvergensitas, dan konsentrisitas. Maksudnya, hendaknya kita ini mampu melestarikan budaya adhi luhung para pendahulu dengan tetap memberikan ruang kepada budaya manca untuk saling berkolaborasi. Meski demikian dalam kolaborasi antara budaya kita dengan budaya manca tersebut hendaknya menghasilkan budaya baru yang lebih bermakna.

C4. Kebudayaan Tamansiswa mengembangkan “Konsep Trisakti Jiwa” yang terdiri dari cipta, rasa, dan karsa. Adapun maksudnya adalah, untuk melaksanakan segala sesuatu maka harus ada kombinasi yang sinergis antara hasil olah pikir, hasil olah rasa, serta motivasi yang kuat di dalam dirinya. Kalau untuk melaksanakan segala sesuatu itu hanya mengandalkan salah satu diantaranya saja maka kemungkinannya akan tidak berhasil.

C5. Kebudayaan Tamansiswa mengembangkan “Konsep Trihayu” yang terdiri dari memayu hayuning sarira, memayu hayuning bangsa, dan memayu hayunin bawana. Maksudnya adalah, apa pun yang diperbuat oleh seseorang itu hendaknya dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri, bermanfaat bagi bangsanya dan bermanfaat bagi manusia di dunia pada umumnya. Kalau perbuatan seseorang hanya menguntungkan dirinya saja maka akan terjadi sesuatu yang sangat individualistik.

C6. Untuk menjadi pemimpin di tingkat mana pun kebudayaan Tamansiswa mengajarkan “Konsep Trilogi Kepemimpinan” yang terdiri dari ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, serta tut wuri handa-yani. Maksudnya adalah, ketika berada di depan harus mampu menjadi teladan (contoh baik), ketika berada di tengah-tengah harus mampu membangun semangat, serta ketika berada di belakang harus mampu mendorong orang-orang dan/atau pihak-pihak yang dipimpinnya.

C7. Kebudayaan Tamansiswa mengembangkan “Konsep Tripantangan” yang terdiri dari pantang harta, praja, dan wanita. Adapun maksudnya adalah, kita dilarang menggunakan harta orang lain secara tidak benar (misal korupsi), menyalahgunakan jabatan (misal kolusi), dan bermain wanita (misal menyeleweng). Ketiga pantangan ini hendaknya tidak dilanggar.

D.  KENDALA

Dalam usianya yang lebih dari 85 tahun sekarang ini kendala utama yang dihadapi oleh Tamansiswa adalah manusianya; artinya sangat sedikit insan Tamansiswa yang memiliki kemampuan (bevoegdheid) dan sekaligus kewenangan (bekwaamheid) untuk mengembangkan diri dan lembaganya. Sebenarnya banyak insan Tamansiswa yang bagus, akan tetapi ketika masih produktif memilih berkarya di luar dan setelah tidak produktif baru ingin berkiprah di Tamansiswa.

1 Responses to TAMAN SISWA DAN KONSEPNYA

  1. Muhtar Ahmad berkata:

    Salam kenal, pak Mudzakkir! Terima kasih sudah berbagi informasi tentang Taman Siswa. Ini luar biasa!

Tinggalkan komentar